Pages

Sunday, July 31, 2011

Tidur cantik sesuai tuntunan Rasulullah



Disusun Oleh: Ummu Hajar
Muroja’ah: Ust. Abu Salman
Tidur bagi muslimah merupakan saat yang sangat penting. Karena dalam tidurnya ia mengumpulkan tenaga untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, ketika tidur hati seorang muslimah di antara jemari Allah. Seorang muslimah cantik karena agamanya. Jadi tidurnya pun harus cantik. Hendaknya seorang muslimah menjaga adab-adab dalam tidur dengan adab yang diajarkan dalam agama Islam. Bagaimana adab-adabnya?
Tidak tidur terlalu malam setelah sholat isya kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk mengulang (muroja’ah) ilmu atau adanya tamu atau menemani keluarga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” [Hadist Riwayat Al-Bukhari No. 568 dan Muslim No. 647 (235)]
Hendaknya tidur dalam keadaan sudah berwudhu, sebagaimana hadits: “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710)
Hendaknya mendahulukan posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan) dan berbantal dengan tangan kanan, tidak mengapa apabila setelahnya berubah posisinya di atas sisi kiri (rusuk kiri sebagai tumpuan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350)
Tidak dibenarkan telungkup dengan posisi perut sebagai tumpuannya baik ketika tidur malam atau pun tidur siang. “Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)
Membaca ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain:
a) Membaca ayat kursi.
b) Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqoroh.
c) Mengatupkan dua telapak tangan lalu ditiup dan dibacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas kemudian dengan dua telapak tangan mengusap dua bagian tubuh yang dapat dijangkau dengannya dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan, hal ini diulangi sebanyak 3 kali (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari XI/277 No. 4439, 5016 (cet. Daar Abi Hayan) Muslim No. 2192, Abu Dawud No. 3902, At-Tirmidzi)
Hendaknya mengakhiri berbagai doa tidur dengan doa berikut:
باسمك ربيوضعت جنبي وبك أرفعه إن أ مسكت نفسي فا ر حمها و إ ن أ ر سلتها فاحفظها بما تحفظ به عبادك الصا لحين
“Bismikarabbii wa dho’tu jambii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii farhamhaa wa in arsaltahaa fahfazhhaa bimaa tahfazha bihi ‘ibaadakasshaalihiin.”
“Dengan Nama-Mu, ya Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Al-Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, Abu Dawud No. 5050 dan At-Tirmidzi No. 3401)
Disunnahkan apabila hendak membalikkan tubuh (dari satu sisi ke sisi yang lain) ketika tidur malam untuk mengucapkan doa:
لا إ له إ لاالله الواحدالقهاررب السماوات واﻷرض ومابينهماالعز يزالغفار
“laa ilaha illallahu waahidulqahhaaru rabbussamaawaati wal ardhi wa maa baynahumaa ‘aziizulghaffaru.”
“Tidak ada Illah yang berhak diibadahi kecuali Alloh yang Maha Esa, Maha Perkasa, Rabb yang menguasai langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (HR. Al-Hakim I/540 disepakati dan dishohihkan oleh Imam adz-Dzahabi)
Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan sekali baginya untuk berdoa sebagai berikut:
أعوذ بكلمات الله التامات من غضبه و شرعباده ومن همزات الشيا طين وأن يحضرون
“A’udzu bikalimaatillahi attammati min ghadhabihi wa ‘iqaabihi wa syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisysyayaathiin wa ayyahdhuruun.”
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud No. 3893, At-Tirmidzi No. 3528 dan lainnya)
Memakai celak mata ketika hendak tidur, berdasarkan hadits Ibnu Umar: “Bahwasanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memakai celak dengan batu celak setiap malam sebelum beliau hendak tidur malam, beliau sholallahu ‘alaihi wassalam memakai celak pada kedua matanya sebanyak 3 kali goresan.” (HR. Ibnu Majah No. 3497)
Hendaknya mengibaskan tempat tidur (membersihkan tempat tidur dari kotoran) ketika hendak tidur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan ‘bismillah’, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, At-Tirmidzi No. 3401 dan Abu Dawud No. 5050)
Jika sudah bangun tidur hendaknya membaca do’a sebelum berdiri dari tempat pembaringan, yaitu:
الحمد لله الذي أحيانابعدماأماتناوإليه النشور
“Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilayhinnusyuur.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan.” (HR. Al-Bukhari No. 6312 dan Muslim No. 2711)
Hendaknya menyucikan hati dari setiap dengki yang (mungkin timbul) pada saudaranya sesama muslim dan membersihkan dada dari kemarahannya kepada manusia lainnya.
Hendaknya senantiasa menghisab (mengevaluasi) diri dan melihat (merenungkan) kembali amalan-amalan dan perkataan-perkataan yang pernah diucapkan.
Hendaknya segera bertaubat dari seluruh dosa yang dilakukan dan memohon ampun kepada Alloh dari setiap dosa yang dilakukan pada hari itu.
Setelah bangun tidur, disunnahkan mengusap bekas tidur yang ada di wajah maupun tangan.
“Maka bangunlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari tidurnya kemudian duduk sambil mengusap wajah dengan tangannya.” [HR. Muslim No. 763 (182)]
Bersiwak.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun malam membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (HR. Al Bukhari No. 245 dan Muslim No. 255)
Beristinsyaq dan beristintsaar (menghirup kemudian mengeluarkan atau menyemburkan air dari hidung). “Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka beristintsaarlah tiga kali karena sesunggguhnya syaitan bermalam di rongga hidungnya.”(HR. Bukhari No. 3295 dan Muslim No. 238)
Mencuci kedua tangan tiga kali, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:“Apabila salah seorang di antara kamu bangun tidur, janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana, sebelum ia mencucinya tiga kali.” (HR. Al-Bukhari No. 162 dan Muslim No.278)
Anak laki-laki dan perempuan hendaknya dipisahkan tempat tidurnya setelah berumur 6 tahun. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi)
Tidak diperbolehkan tidur hanya dengan memakai selimut, tanpa memakai busana apa-apa. (HR. Muslim)
Jika bermimpi buruk, jangan sekali-kali menceritakannya pada siapapun kemudian meludah ke kiri tiga kali (diriwayatkan Muslim IV/1772), dan memohon perlindungan kepada Alloh dari godaan syaitan yang terkutuk dan dari keburukan mimpi yang dilihat. (Itu dilakukan sebanyak tiga kali) (diriwayatkan Muslim IV/1772-1773). Hendaknya berpindah posisi tidurnya dari sisi sebelumnya. (diriwayatkan Muslim IV/1773). Atau bangun dan shalat bila mau. (diriwayatkan Muslim IV/1773).
Tidak diperbolehkan bagi laki-laki tidur berdua (begitu juga wanita) dalam satu selimut. (HR. Muslim)
Maraji’:
Adab Harian Muslim Teladan
***
Sumber: www.muslimah.or.id

Saturday, July 30, 2011

Nostalgia toko gambar

Assalamu’alaikum..
Bingung apa yang ingin saya post, jadi hanya ini yang bisa aku ceritakan (jadi saya atau aku?).

Lagi-lagi aku membuka file-file lama dengan niat untuk membereskannya. Lalu aku sampai di folder “photoshop” dan melihat isinya. Tertawa sendiri. Ternyata ada beberapa gambar berformat pdf yang aku buat dulu. Foto-fotonya rata-rata tentang pernikahan, karena ceritanya aku lagi nyoba bikin album pernikahan dengan meniru konsep album pernikahan yang ada di rumah. Lalu aku teringat bahwa aku punya gambar-gambar itu dalam format jpeg. Aku mencari-cari dan ternyata juga menemukan hasil editan lain yang kubuat sejak sma.


Ini beberapa hasilnya…




Hasil editan pertama! Hehe, masih keliatan jelas gambarnya ditempel-tempel.










dibikin jaman sma










Ini waktu disuruh bikin cover majalah apa saja (bwt nilai tugas)










Ini leaflet tampak luar dengan 3 lipatan
Tugas seni rupa tentang iklan
Kelompok kami ambil tema wedding dan saya kebagian bikin leaflet













Ini leaflet tampak dalam dengan 3 lipatan







Kira-kira saat liburan lulus sekolah



Untuk yang foto album nikah aku rasa tidak perlu ditampilkan, karena objek orangnya masih ada hubungan saudara. Jadi kurasa ini saja. Lalu apa intinya?


Lagi-lagi tentang proses belajar. Dunia semakin canggih dan kita harus berusaha mengimbangi diri untuk beradaptasi. Suka tidak suka, mau  tidak mau dengan kehidupan serba teknologi, kita harus bisa menyesuaikan, dengan mempelajari dan menerapkannya. Seperti gambar-gambar di atas, awalnya aku tidak suka dengan photoshop (aku menyebutnya toko gambar), namun sekolah memaksa aku mempelajarinya. Mau tidak mau aku harus belajar jika ingin mendapat nilai. Belajar secara otodidak. Mulai dari mengenal menu dan ikon-ikonnya, mengedit foto sendiri, Bapak, Ibu, Adik; lalu ke objek benda yang ada di internet dan seterusnya. Lambat-laun aku mengerti caranya dan terlihat lebih baik hasilnya. Meskipun hasil yang lebih baik itu masih tergolong amatir, setidaknya tidak lebih amatir saat pertama kali mebuat.


Setelah kupikir-pikir, ada gunanya belajar toko gambar (kegunaan secara sederhana). Mebuat pas-foto. Banyak orang berduyun-duyun ke studio foto untuk membuat pas-foto ukuran 3x4, 4x6, dsb; untuk keperluan KTP, lamaran kerja, lampiran formulir, daftar ulang sekolah atau kuliah, dll. Jika kita bisa mengerti tentang toko gambar, kita bisa membuatnya sendiri. Aku hanya perlu meminta adik mengambil fotoku dengan pose foto KTP dan kain lebar di tempel di dinding sebagai background. Lalu memindahkannya ke komputer dan mengeditnya sendiri. Sesuka hatiku untuk mengatur ukuran, warna, tingkat kontras, gelap terang wajah (hehe), hilangkan noda di wajah (hehe lagi), dan seterusnya. Lalu tinggal dicetak. Setidaknya aku bisa memasukkan kembali uang untuk foto di studio ke kantong sendiri. Bahkan di rumah kami melayani jasa untuk bikin pas-foto untuk tetangga sekitar, dengan harga yang lumayan dan kami berikan CD berisi kopian fotonya sehingga dia tidak perlu jepret foto lagi jika fotonya habis, hanya perlu mencetaknya. Kau pun juga bisa.


Jadi mari kita belajar!!! Belajar apa? Teknologi. Teknologi yang mana? Yang mana saja, asalkan bermanfaat dan tidak merugikan orang lain serta dapat menunjang diri kita untuk menyesuaikan dengan kehidupan.

Mari belajar!!!


Thursday, July 28, 2011

Aal iz well !!!


Assalamu’alaikum..
Sudah lama aku ingin menulis tentang ini, namun baru sempat sekarang.
Jadi, langsung aja ya. Yang ingin aku bahas adalaaah…
Taraaaaa…
  



Yak. Pasti kalian sudah tidak asing lagi. 3 IDIOTS.

Film India ini sangatlah bagus menurutku. Film ini dirilis tahun 2010 (kalau tidak salah). Meskipun sudah cukup lama dan sudah beredar di TV lokal, aku baru menontonnya pertama kali tahun ini. Tepatnya satu setengah bulan yang lalu. Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Kusadari diriku jauh tertinggal. Kemana saja aku selama ini? Yaaa… itu karena aku tidak tahu kalau film ini bagus dan bakal membuatku kagum hingga terbawa mimpi. Yang membuatku kagum adalah jalan ceritanya dan nilai-nilai yang terkandung dalam ucapannya.

Inilah yang ingin kubahas. Tentang nilai-nilai semangat yang ditunjukkan dalam film itu. Terutama ucapan-ucapan yang dikatakan oleh Rhancordas (salah satu anggota 3 idiots). Bahkan aku mencatat kata-kata yang diucapkannya agar tidak lupa. Agar aku bisa membacanya ketika aku butuh motivasi. Ketika aku sedih, dan ketika aku takut menghadapi masa depan.

Inil dia beberapa potongan kata yang kucatat..

Rancho (R): Kau tidak sekolah?
Anak (A): Siapa yang akan bayar?
R: Hei, dengar! Sekolah tidak perlu membayar, hanya perlu seragam..seragam! Sekolah manapun yang kau inginkan, pakailah seragam mereka. Duduklah manis di kelas. Siapa yang akan perhatian dengan orang sebanyak itu?
A: Bagaimana jika ketahuan?
R: Jika ketahuan, maka gantilah seragam, pindah sekolah. Beres!

Kita harus memahami buku-bukunya, bukan menghafalnya.

Professor lebih sering menyuruh Rancho berada di luar daripada di dalam kelas. Jika dia diusir dari sebuah kelas, dia akan pergi ke kelas lain. Rancho selalu bilang “belajar bisa dimanapun, selagi bisa, raihlah!

Letakkan tanganmu di dada, ucapkan aal iz wel, aal iz well.

Hei, di desaku ada seorang tukang ronda. Setiap malam dia berteriak “aal iz well” dan itu membuat kami tidur nyenyak. Suatu malam, ada pencurian di desaku. Kemudian kami tahu bahwa peronda itu ternyata buta, dan dia masih berteriak “aal iz well, aal iz well’. Kami jadi seperti orang bodoh.
Namun kami jadi menyadari sebuah kenyataan. Hati kami ternyata terkejut! Itu membuat kami mudah dikelabui. Jika ada permasalahan dalam hidupmu, katakan pada hatimu. Santai, say! Semua baik-baik saja! Aal iz well, aal iz well. Apa dengan demikian permasalahan terselesaikan? Tidak, tapi kekuatan bertahan jadi terkumpul.

Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa.

Jangan mengejar kesuksesan! Kesempurnaan! Kejarlah kesempurnaan!
Maka kesuksesan akan mendatangimu.

Dengan menghafal, kau akan menghemat 4 tahunmu di kampus.

Tapi kemudian hidupmu yang 40 tahun telah kau remuk.

Jangan mengejar kesuksesan. Jadilah orang besar, maka kesuksesan mengikutimu!

Persahabatan lebih mulia dari manusia itu sendiri.

Anak-anak, berpikirlah efisien. Maka kesuksesan ada di belakangmu! Mari belajar!


Nah, bagaimana menurut kalian? Tidakkah kata-kata ini bisa menjadi motivasi kita dalam menghadapi masa depan? Tidak mudah memang untuk mendapatkan masa depan yang cerah, penuh kesuksesan dan selalu berbau “wah”. Namun tidak sulit juga untuk mendapatkannya jika kita mau berusaha dengan keras, belajar dengan tekun, giat, dan selalu memohon pertolongan pada-Nya.

Semua hal perlu proses. Kita perlu memproses diri untuk menjadi matang dan siap diterjunkan di lapangan. Itu artinya kita perlu persiapan untuk diri yang mandiri. Persiapan yang paling dasar adalah belajar. Gunanya belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan, dapat menyerapnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kita belajar bukan untuk memperoleh nilai. Karena nilai tidak dibutuhkan dalam mengerjakan pekerjaan. Kalimat itu yang selalu aku coba tanamkan dalam hati. Aku termasuk dari sekian orang yang melihat hasil belajar dari nilai. Bukan dari pengetahuan yang kudapat. Hal inilah yang  terkadang membuatku merenung cukup lama, tentang bagaimana caranya merubah persepsi ini. Seperti yang dikatakan Rancho bahwa kita harus memahami bukunya, bukan menghafalnya. Dengan menghafal kita menghemat 4 tahun, namun menghancurkan 40 tahun sisa hisup kita. Kata-kata ini masuk akal. Ya, masuk akal.

Selain itu, yang kupahami lagi adalah bahwa belajar itu tidak selalu dalam ruangan segi empat, ada papan tulis, meja-kursi, dan jika tergolong tempat yang mahal ada AC-nya. Belajar bisa dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Karena inti dari belajar adalah pengetahuan. Lagi-lagi, kata-kata Rancho benar dan masuk akal.

Lalu satu hal lagi yang baru aku pahami. Jika merenungkannya, aku merasa sangat bodoh dan hanya berpatokan pada satu hal. Hanya berpatokan pada kesuksesan, kesuksesan, dan kesuksesan! Satu hal itu adalah bahwa kita sebaiknya belajar bukan untuk mencapai kesuksesan, tapi untuk membesarkan jiwa. Karena dengan begitu kesuksesaan yang akan menghampiri kita. Dikatakan sebagai orang terpandang adalah ketika dia memiliki pengetahuan yang banyak, gelarnya berderet di samping namanya, dan memiliki kekayaan berlimpah dari hasil kerja. Bagiku orang terpandang juga adalah mereka yang memiliki jiwa besar sehingga orang-orang menghormati dan menghargainya. Orang terpandang bukanlah mereka yang sibuk mencari celah untuk korupsi dan terkenal karenanya. Ketika seseorang berjiwa besar, maka kita dapat menilai seberapa baik perilaku dan pengetahuan yang diserapnya. Maka orang-orang akan merasa nyaman dengannya dan menjalin silaturahmi yang baik. Silaturahmi ini yang nantinya (menurutku) membuka jalan yang mudah baginya untuk mendapatkan kesuksesan.

Oh ya, satu hal lagi yang khas dari film ini, yaitu “aal iz well”. Katakan semua baik-baik saja meskipun masalah besar ada di hadapan kita. Itulah menurutku intinya. Hal ini mengajarkan bahwa sebesar apapun masalah yang dihadapi, kita harus tenang, berpikir jernih, dan tidak gegabah. Semua masalah ada jalan keluarnya. Kita hanya perlu berusaha. Jika jalan keluar tidak ditemukan, serahkan semua pada Yang Maha Tahu, yaitu Allah Swt. Meskipun ini hanya ada dalam film, tapi tidak ada salahnya mengatakan “aal iz well” jika ini dapat mengumpulkan keberanian kita dan berdampak positif dalam menyelesaikan masalah. Semua akan baik-baik saja. Aal iz well. Aal iz well. Mari katakan.. aal iz well!

Aal iz well…!

Tuesday, July 26, 2011

Trias epidemiologi dan variabel


TRIAS EPIDEMIOLOGI DAN VARIABEL


Trias epidemiologi atau segitiga epidemiologi adalah suatu konsep dasar epidemiologi yang menggambarkan tentang hubungan tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya.  Tiga faktor tersebut adalah host (penjamu), agent (agen, faktor penyebab), dan environment (lingkungan).

Host adalah manusia atau  makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan antropoda yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan pernyakit. Yang termasuk dalam faktor penjamu, yaitu usia, jenis kelamin, ras/etnik, anatomi tubuh, status gizi, sosial ekonomi, status perkawinan, penyakit terdahulu, life style, hereditas, nutrisi, dan imunitas. Faktor-faktor ini mempengaruhi risiko untuk terpapar sumber infeksi serta kerentanan dan resistensi manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi.

Host atau penjamu memiliki karateristik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit, antara lain:
1.      Imunitas
Kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon immunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. Misalnya campak, manusia mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat immunitas yang tinggi setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka akan kebal seumur hidup.

2.      Resistensi
Kemampuan dari pejamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia  mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.

3.      Infektifnes (infectiousness)
Potensi pejamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.

Agent adalah suatu unsur, organisme hidup atau infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. (M.N Bustan: 2006). Agen tersebut meliputi agen biologis, kimia, nutrisi, mekanik, dan fisika. Agen biologis bersifat parasit pada manusia, seperti metazoan, protozoa, jamur, bakteri, ricketsia, dan virus. Agen kimia meliputi pestisida, asbes, CO, zat allergen, obat-obatan, limbah industri, dll. Agen nutrisi meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air yang jika kekurangan atau kelebihan zat-zat tersebut, maka dapat menimbulkan penyakit. Agen mekanik meliputi friksi yang kronik, misalnya kecelakaan, trauma organ yang menyebabkan timbulnya sakit, dislokasi (payah tulang), dll.

Dari segi epidemiologi, konsep faktor agen mengalami perkembangan dengan mempergunakan terminologi faktor resiko (risk factor). Jadi, tidak hanya unsur-unsur di atas yang tergolong faktor resiko, tetapi mencakup semua hal yang memberikan kemungkinan terjadinya penyakit. Contoh faktor resiko yang bersifat tingkah laku yang tidak sehat, yaitu minum alkohol, drug abuse, merokok, tidak menggunakan tali pengaman (seat bealt), kurang olah raga, dll.

Seperti halnya dengan host, agen juga memiliki karakteristik, yaitu (M.N Bustan: 2006):
1.      Infekstivitas
Kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan pejamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu mikroorganisme untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap penjamunya. Dosis infektifitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal organisma yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda antara berbagai species mikroba dan antara individu.

2.      Patogenesitas
Kesanggupan organisme untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang terinfeksi. Hampir semua orang yang terinfeksi dengan dengan virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicity), sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).

3.      Virulensi
Kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi kuman menunjukkan beratnya (severity) penyakit.

4.      Toksisitas
Kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.

5.      Invasitas
Kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan.

6.      Antigenisitas
Kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi immunologis dalam penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Jika menyerang pada aliran darah (misalnya virus measles) akan lebih merangsang immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan membrane (misalnya gonococcus).

Faktor environment (lingkungan) adalah bagian dari trias epidemiologi. Faktor ini memiliki peranan yang sama pentingnya dengan dua faktor yang lain. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, biologi, sosial-ekonomi, topografi dan georafis. Lingkungan fisik seperti kondisi udara, musim, cuaca, kandungan air dan mineral, bencana alam, dll. Lingkungan biologi meliputi hewan, tumbuhan, mikroorganisme saprofit, dsb. Lingkungan sosial-ekonomi yang juga mempengaruhi, yaitu kepadatan penduduk, kehidupan sosial, norma dan budaya, kemiskinan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, dll.

Faktor-faktor trias epidemiologi saling berinteraksi. Keterhubungan antara host, agent, dan environment ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seseorang individu yang sehat. Maka dapat dikatakan bahwa individu yang sehat adalah keadaan dimana ketiga faktor ini dalam keadaan seimbang. Jika timbul penyakit pada diri individu, maka berkaitan dengan gangguan interaksi antara ketiga faktor tersebut.

Interaksi trias epidemiologi, antara lain:
-          Interaksi Agen-Lingkungan
Keadaan dimana agent dipengaruhi langsung oleh environment (karakteristik host tidak berpengaruh). Misal: ketahanan bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vit dlm lemari pendingin, dll.

-          Interaksi Host-Lingkungan
Keadaan dimana host dipengaruhi langsung oleh environment (karakteristik agen tidak berpengaruh). Misal: kebiasaan penyiapan makanan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dll.

-          Interaksi Host-Agen
Keadaan dimana agent telah berada dalam diri host. Interaksi ini dapat berakhir dengan kesembuhan, gangguan sementara, kematian atau carier.

-          Interaksi Agent-Host-Lingkungan
Keadaan dimana host, agent & environment saling mempengaruhi satu sama lain sehingga timbul penyakit. Misal: kontaminasi feses penderita tifus pada sumber air minum.

Bentuk interaksi trias epidemiologi juga dikemukakan oleh John Gordon berupa Timbangan Keseimbangan. Dalam hukum Biologic Laws dikatakan bahwa suatu penyakit timbul karena terjadi ketidakseimbangan antara agent dan host. Keseimbangan tersebut tergantung pada sifat alami dan karakteristik dari agent dan host (individu/ kelompok). Karakteristik dari agent dan host berikut interaksinya secara langsung tergantung pada keadaan alami dari lingkungan biologi, fisik, dan sosial-ekonomi.

Timbangan kesimbangan, meliputi:
1.      Periode Prepatogenesa
Pada periode ini, manusia dalam kondisi sehat, tidak ada pengaruh dari lingkungan yang buruk atau bibit penyakit. Maka ini merupakan keadaan seimbang.

2.      Periode Patogenesa
Pada periode ini, keadaan seimbang terganggu sehingga timbul suatu penyakit.
  1. Perubahan Lingkungan
-  Posisi ketidakseimbangan pada lingkungan menyebabkan mudahnya penyebaran agent. Misal: Kasus DBD meningkat  pada musim hujan.
-  Posisi ketidakseimbangan pada lingkungan menyebabkan perubahan pada faktor host. Misal: Kasus ISPA meningkat karena meningkatnya polusi udara.
  1. Perubahan Agent
Contohnya peningkatan virulensi agent, terdapat agent baru, jumlah agent bertambah, dan mutasi agent.
  1. Perubahan Host
Contohnya bertambah banyaknya jumlah orang-orang rentan terhadap suatu agent mikroorganisme tertentu, misalnya terhadap kuman difteri.

                                                                                         

Referensi:
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bahan kuliah Pengantar Epidemiologi oleh Ibu Minsarnawati Tahangnacca, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Thursday, July 21, 2011

Makhluk tak berarti

Assalamu’alaikum…

Aku baru saja membuka file-file lamaku dan kutemukan beberapa bait puisi yang pernah kubuat. Aku bukan tipe orang yang senang dan hobi membuat puisi. Namun saat itu keadaannya berbeda. Bisa dikatakan aku dalam keadaan terpuruk sehingga aku melampiaskannya dalam coretan-coretan kecil dan akhirnya.. jadilah puisi pertamaku. Meskipun tidak bagus, tapi aku bangga membuatnya. Setidaknya puisi ini mengingatkanku untuk bangkit dan terus bangkit.

Jadi, mari kita baca puisi ini ! Puisi yang kuberi judul :

Makhluk Tak Berarti

Langkahku terpaku di perempat simpang
Menunggu keyakinan hati yang mantap
Harus memilihkah aku?
Tiada tangan-tangan penolong yang membimbingku
Hanya angin dan kabut debu yang menghampiriku
Menarik diriku bersama aliran keputusasaan

Seorang diri
Menyerahkan jiwa ke arah yang tak pasti
Berteman harapan yang hanya impian
Mengarungi jutaan bentuk kehidupan
Bermodalkan setetes ilmu yang tak tentu
Tapi siapa aku?
Sanggupkah aku ini?

Jadikanlah aku seperti ulat yang memiliki arah tujuan
Menapaki langkah metamorfosis demi kesempurnaan diri
Tanpa ada gelombang ketakutan yang melingkupi hati
Berteman intuisi yang sejati

Bukankah itu lebih baik?
Lalu dimana letak diriku dalam kehidupan makhluk kecil ini?
Bahkan untuk melalui proses kepompong pun aku tak bernyali
Dan pada akhirnya kusadari
Aku tiadalah makhluk yang berarti

By: Softnesslight

Wednesday, July 20, 2011

Bulan Rajab, hadis dhaif terkait bulan Rajab dan amalan sunnah di bulan Rajab


Asal Penamaan



Dinamakan bulan Rajab, dari kata rajjaba – yurajjibu yang artinya mengagungkan. Bulan ini dinamakan Rajab karena bulan ini diagungkan masyarakat Arab. (keterangan Al Ashma’i, dikutip dariLathaiful Ma’arif, hal. 210)

Keutamaan Bulan Rajab

Bulan Rajab termasuk salah satu empat bulan haram.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At Taubah: 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana kondisinya, ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan, diantaranya empat bulan haram. Tiga bulan ber-turut-turut: Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan: Rajab suku Mudhar, yaitu bulan antara Jumadi (tsaniyah) dan sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)

Keterangan:
Disebut “Rajab suku Mudhar” karena suku Mudhar adalah suku yang paling menjaga kehormatan bulan Rajab, dibandingkan suku-suku yang lain. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi batasan: antara Jumadil (tsaniyah) dan sya’ban, sebagai bentuk menguatkan makna. (Umdatul Qori, 26/305)

Ada yang menjelaskan, disebut “Rajab suku Mudhar” untuk membedakan dengan bulan yang diagungkan suku Rabi’ah. Suku Rabi’ah menghormati bulan Ramadhan, sementara suku Mudhar mengagungkan bulan Rajab. Karena itu bulan ini dinisbahkan kepada suku Mudhar.

Hadis Dlaif Terkait Bulan Rajab
  1. Hadis: “Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai, namanya sungai Rajab. Airnya lebih putih dari pada susu, lebih manis dari pada madu, siapa yang puasa sehari di bulan Rajab maka Allah akan memberi minum orang ini dengan air sungai tersebut.”(Riwayat Abul Qosim At Taimi dalam At Targhib wat Tarhib, Al Hafidz Al Ashbahani dalam kitab Fadlus Shiyam, dan Al Baihaqi dalam Fadhail Auqat. Ibnul Jauzi mengatakan dalam Al Ilal Al Mutanahiyah: Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak dikenal, sanadnya dhaif secara umum, namun tidak sampai untuk dihukumi palsu.)
  2. Hadis: “Allahumma baarik lanaa fii rajabin wa sya’baana wa ballighnaa Ramadhaana.”(Riwayat Ahmad, dan di sanadnya terdapat perawi Zaidah bin Abi Raqqad, dari Ziyadah An Numairi. Tentang para perawi ini, Imam Bukhari mengatakan: Munkarul hadis. An Nasa’i mengatakan: Mungkarul hadis. Sementara Ibn Hibban menyatakan: hadisnya tidak bisa dijadikan dalil)
  3. Hadis: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah puasa setelah Ramadhan, selain di bulan Rajab dan Sya’ban.” (Riwayat Al Baihaqi. Ibn Hajar mengatakan: ini adalah hadis munkar, disebabkan adanya perawi yang bernama Yusuf bin Athiyah, dia orang yang dhaif sekali.- Tabyinul Ajbi, hal. 12)
  4. Hadis: “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Riwayat Abu Bakr An Naqasy. Al Hafidz Abul Fadhl Muhammad bin Nashir mengatakan: An Naqasy adalah pemalsu hadis, pendusta. Ibnul Jauzi, As Shaghani, dan As Suyuthi menyebut hadis ini dengan hadis maudlu’)
  5. Hadis: “Keutamaan Rajab dibanding bulan yang lain, seperti keutamaan Al Qur’an dibanding dzikir yang lain.” (Ibn Hajar mengatakan: Perawi hadis ini ada yang bernama As Saqathi, dia adalah penyakit dan orang yang terkenal sebagai pemalsu hadis).
  6. Hadis: “Rajab adalah bulan Allah Al Asham. Siapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab, atas dasar iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka dia berhak mendapat ridla Allah yang besar.” (Hadis palsu, sebagaimana penjelasan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah)
  7. Hadis: “Barangsiapa yang berpuasa tiga hari bulan Rajab, Allah catat baginyu puasa sebulan penuh. Siapa yang puasa tujuh hari maka Allah menutup tujuh pintu neraka.”(Hadis maudlu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/206)
  8. Hadis: “Siapa yang shalat maghrib di malam pertama bulan Rajab, setelah itu dia shalat dua puluh rakaat, setiap rakaat dia membaca Al Fatihah dan surat Al Ikhlas sekali, dan dia melakukan salam sebanyak sepuluh kali. Tahukah kalian apa pahalanya? ….lanjutan hadis: Allah akan menjaga dirinnya, keluarganya, hartanya, dan anaknya. Dia dilindungi dari siksa kubur, …“(Hadis maudlu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/123)
  9. Hadis: “Siapa yang puasa di bulan Rajab dan shalat empat rakaat…maka dia tidak akan mati sampai dia melihat tempatnya di surga atau dia diperlihatkan.” (Hadis maudlu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/124, Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 47)
  10. Hadis Shalat Raghaib: “Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadlan bulan umatku… namun janganlah kalian lupa dengan malam jum’at pertama bulan Rajab, karena malam itu adalah malam yang disebut oleh para malaikat dengan Ar Raghaib. Dimana apabila telah berlalu sepertiga malam, tidak ada satupun malaikat yang berada di semua lapisan langit dan bumi, kecuali mereka berkumpul di ka’bah dan sekitarnya. Kemudian Allah melihat kepada mereka, dan berfirman: Wahai malaikatKu, mintalah apa saja yang kalian inginkan. Maka mereka mengatakan: Wahai Tuhan kami, keinginan kami adalah agar engkau mengampuni orang yang suka puasa Rajab. Allah berfirman: Hal itu sudah Aku lakukan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa yang berpuasa hari kamis pertama di bulan Rajab, kemudian shalat antara maghrib sampai isya’ – yaitu pada malam jum’at – dua belas rakaat…’” (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at, 2/124 – 126, Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ujbi, hal. 22 – 24, dan As Syaukani dalam Al fawaid Al Majmu’ah, hal. 47 – 50)
  11. Hadis: “Barangsiapa yang shalat pada malam pertengahan bulan Rajab, sebanyak 14 rakaat, setiap rakaat membaca Al Fatihah sekali dan surat Al Ikhlas 20 kali…..” (Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at, 2/126, Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ujbi, hal. 25, As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 50)
  12. Hadis: “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, siapa yang berpuasa sehari, Allah akan mencatat baginya puasa seribu tahun…”(Hadis palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at, 2/206 – 207, Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ujbi, hal. 26, As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 101, As Suyuthi dalam Al Lali’ Al Mashnu’ah, 2/115)

Bulan Rajab Dalam Pandangan Masyarakat Jahiliyah

Masyarakat jahiliyah sangat menghormati bulan Rajab. Ini terlihat dari banyaknya acara peribadatan pada bulan ini. Diantara ritual ibadah mereka di bulan rajab adalah menyembelih binatang, yang disebut ‘Athirah atau Rajabiyah. Mereka persembahkan sembelihannya untuk sesembahan mereka. Mereka juga berpuasa di bulan Rajab, kemudian diakhiri dengan menyembelih ‘Athirah. Masyarakat jahiliyah juga melarang keras adanya peperangan yang terjadi bebepatan di bulan Rajab.

Disamping itu, mereka memberikan banyak nama untuk bulan Rajab. Ada yang menyebutkan, bulan ini memililki 14 nama. Diantaranya: Syahrullah, Rajab, Rajab Mudhar, Munshilul Asinnah, Al Asham, dll. Bahkan ada yang menyebutkan, bulan ini memiliki 17 nama. Sedangkan masyarakat memiliki kaidah, bahwa sesuatu yang memiliki banyak nama itu menunjukkan bahwa hal itu adalah sesuatu yang mulia.

Dulu masyarakat jahiliyah memilih bulan Rajab untuk mendo’akan orang yang mendhalimi mereka, dan biasanya do’a itu dikabulkan. Hal ini pernah disampaikan kepada Umar bin Khattab, kemudian beliau mengatakan: Sesungguhnya Allah memperlakukan hal itu kepada untuk menjauhkan hubungan antara satu suku dengan suku yang lain. Dan Allah jadikan kiamat sebagai hari pertanggung jawaban.
Disebutkan dalam sebuah riwayat, dari Kharshah bin Al Har, bahwa beliau melihat Umar bin Khatab memukuli telapak tangan beberapa orang, sampai mereka letakkan tangannya di wadah, kemudian beliau menyuruh mereka: Makanlah (jangan puasa). Karena dulu, bulan ini diagungkan oleh masyarakat jahiliyah. (HR. Ibn Abi Syaibah dan sanadnya dishahihkan Al Albani)

Amalan Sunnah di Bulan Rajab
Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab. Baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis yang menyebutkan amalan bulan rajab adalah hadis bathil dan tertolak.

Ibn Hajar mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih, bisa untuk dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan rajab atau shalat tahajjud di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului oleh ketengan Imam Abu Ismail Al Harawi. (Tabyinul Ujub bimaa warada fii Fadli Rajab, hal. 6)

Imam Ibn Rajab mengatakan: “Tidak terdapat dalil yang shahih, yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib di malam jum’at pertama bulan rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 213)

Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibn Rajab juga menegaskan, tidak ada satupun hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan: “Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.” Namun riwayat bukan hadis. Imam Al Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah: “Abu Qilabah termasuk Tabi’in senior, beliau tidak menyampaikan riwayat itu selain hanya kabar tanpa sanad.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 213)

Pertama, Puasa Sunnah bulan haram
Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab dengan niat puasa sunnah di bulan-bulan haram maka ini dibolehkan, bahkan dianjurkan. Mengingat sebuah hadits yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika datang seseorang dari suku Al Bahili menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan:“Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan: “Saya masih kuat, tambahkanlah!” “Dua hari setiap bulan”. Orang ini mengatakan: “Saya masih kuat, tambahkanlah!” “Tiga hari setiap bulan.” orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah di bulan haram dan berbukalah (setelah selesai bulan haram).” (Hadis ini dishahihkan sebagaian ulama dan didhaifkan ulama lainnya). Namun diriwayatkan bahwa beberapa ulama salaf berpuasa di semua bulan haram. Dinataranya: Ibn Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Subai’i.

Kedua, Mengkhususkan Umrah di bulan Rajab
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammelaksanakan umrah di bulan Rajab. Kemudian ucapan beliau ini diingkari A’isyah dan beliau diam saja. (HR. Al Bukhari & Muslim)

Umar bin Khatab dan beberapa sahabat lainnya menganjurkan umrah bulan Rajab. A’isyah dan Ibnu Umar juga melaksanakan umarah bulan Rajab.

Ibnu Sirin menyatakan, bahwa para sahabat melakukan hal itu. Karena rangkaian haji dan umrah yang paling bagus adalah melaksanakan haji dalam satu perjalanan sendiri dan melaksanakan umrah dalam satu perjalanan yang lain, selain di bulan haji. (Al Bida’ Al Hauliyah, hal 119).

Dari penjelasan Ibn Rajab menunjukkan bahwa melakukan umrah di bulan Rajab hukumnya dianjurkan. Beliau berdalil dengan anjuran Umar bin Khatab untuk melakukan umrah di bulan Rajab. Dan dipraktekkan oleh A’isyah dan Ibnu Umar.

Diriwayatkan Al Baihaqi, dari Sa’id bin Al Musayib, bahwa A’isyah radliallahu ‘anhamelakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah, berangkat dari Juhfah, beliau berumrah bulan Rajab berangkat dari Madinah, dan beliau memulai Madinah, namun beliau mulai mengikrarkan ihramnya dari Dzul Hulaifah. (HR. Al Baihaqi dengan sanad hasan)

Namun ada sebagian ulama yang menganggap umrah di bulan Rajab tidak dianjurkan. Karena tidak ada dalil khusus terkait umrah bulan Rajab. Ibnu Atthar mengatakan: Diantara berita yang sampai kepadaku dari penduduk Mekah, banyaknya kunjungan di bulan Rajab. Kejadian ini termasuk masalah yang belum kami ketahui dalilnya. Bahkan terdapat hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umrah di bulan Ramadhan nilainya seperti haji.” (HR. Al Bukhari)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh mengatakan, bahwa para ulama mengingkari sikap mengkhususkan bulan Rajab untuk memperbanyak melaksanakan umrah. (Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/131)

Kesimpulan:
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, mengkhususkan umrah di bulan Rajab adalah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam syariat. Karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan anjuran mengkhususkan bulan Rajab untuk pelaksanaan umrah. Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab, sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.
Andaikan ada keutamaan mengkhususkan umrah di bulan Rajab, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi tahukan kepada umatnya. Sebagaimana beliau memberi tahu umatkan akan keutamaan umrah di bulan Ramadlan. Sedangkan riwayat dari Umar bahwa beliau menganjurkan umrah di bulan Rajab, yang benar sanadnya dipermasalahkan.

Ketiga, Menyembelih hewan (Atirah)
Atirah adalah hewan yang disembelih di bulan Rajab untuk tujuan beribadah.
Ulama berselisih pendapat tentang hukum atirah.
Pendapat pertama, athirah dianjurkan. Dalilnya adalah hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang ‘Athirah, kemudian beliau menjawab: “Athirah itu hak.” (HR. Ahmad, An Nasa’i dan As Suyuthi dalam Jami’us Shaghir)
Pendapat kedua, atirah tidak disyariatkan, namun tidak makruh. Dalilnya, hadis dari Abu Razin, Laqirh bin Amir Al Uqaili, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Kami menyembelih hewan di bulan Rajab di zaman Jahilliyah. Kami memakannya dan memberi makan tamu yang datang. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidak masalah.” (HR. An Nasa’i, Ad Darimi, dan Ibn Hibban)

Pendapat ketiga, atirah hukumnya makruh. Berdasarkan hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada Fara’a dan tidak ada Atirah.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
Fara’a adalah anak pertama binatang, yang disembelih untuk berhala.

Pendapat keempat, atirah hukumnya haram. Ini adalah pendapat yang dipilih Ibnul Qoyim dan Ibnul Mundzir. Ibnul Qoyim mengatakan: “Dulu masyarakat arab melakukan atirah di masa jahiliyah, kemudian mereka tetap melakukannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendukungnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, melalui sabdanya: “Tidak ada fara’a dan tidak ada atirah.” akhirnya para sahabat meninggalkannya, karena adanya larangan beliau. Dan telah dipahami bersama, bahwa larangan itu hanya akan muncul, jika sebelumnya ada yang melakukannya. Sementara tidak kita jumpai adanya satupun ulama yang mengatakan: Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang atirah kemudian beliau membolehkannya kembali…” (Tahdzib Sunan Abu Daud, 4/92 – 93). InsyaaAllah, pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran. 

Bid’ah-Bid’ah di Bulan Rajab
Bid’ah yang umumnya terjadi di bulan Rajab adalah mengkhususkan bulan ini untuk melakukan amal ibadah tertentu, seperti puasa shalat malam, shalat Raghaib, dan semacamnya. Mereka yang melakukan hal ini biasanya berdalil dengan hadis dhaif dan hadis palsu. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan: Mengkhususkan bulan Rajab…. untuk berpuasa dan i’tikaf, tidak terdapat riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari para sahabatnya, dan tidak pula dari para ulama kaum muslimin masa silam. Sebaliknya, disebutkan dalam hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpusa Sya’ban. Dan beliau tidak berpuasa dalam satu tahun yang lebih banyak dari pada puasa beliau di bulan Sya’ban. (HR. Al Bukhari & Muslim).” (Majmu’ Fatawa, 25/ 290 – 291)

Syaikhul Islam juga mengatakan: Sesungguhnya mengagungkan bulan Rajab (dengan memperbanyak amal) termasuk perbuatan bid’ah yang selayaknya dihindari. Demikian pula menjadikan bulan Rajab sebagai momen khusus untuk melaksanakan puasa, termasuk perbuatan makruh (dibenci), menurut Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya. (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 2/624 – 625)
Secara khusus ada beberapa amalan bid’ah yang sering dilakukan di bulan Rajab, diantaranya adalah: 

Pertama, Shalat Raghaib
Bid’ah ini berdasarkan satu hadis palsu yang panjang, menceritakan tentang tata cara shalat Raghaib, do’a-do’anya, dan janji pahala yang akan diperoleh bagi setiap orang yang melaksanakannya dengan sempurna. Para ulama telah sepakat bahwa hadis tentang shalat Raghaib adalah hadis palsu. As Syaukani mengatakan: “Para ulama pakar hadis telah sepakat bahwa hadis tentang shalat Raghaib adalah hadis palsu.” (Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 47 – 48). keterangan yang sama juga disampaikan oleh Al Fairuz Abadzi As Syafi’i.

Imam Ibnul Jauzi mengatakan: “Orang yang membuat hadis ini menetapkan aturan bahwa orang yang hendak melaksanakan shalat Raghaib harus berpuasa terlebih dahulu di siang harinya. Kemudian dia tidak boleh berbuka sampai melaksanakan shalat maghrib dan shalat sunah Raghaib. Dalam shalat ini, dia harus membaca tasbih panjang sekali dan bacaan sujud yang sangat panjang. Sehingga orang yang melaksanakan amalan ini akan merasakan keletihan yang luar biasa. Sungguh saya merasa cemburu dengan Ramadlan dan shalat tarawih. Bagaimana seseorang lebih memilih shalat ini dibandingkan puasa Ramadlan dan tarawih. Namun sebaliknya, masyarakat lebih memilih dan lebih memperhatikan shalat ini, sehingga orang yang tidak pernah shalat jamaah-pun ikut menghadirinya.” (Al Maudhu’at, 2/125 – 126) 

Kedua, Peringatan Isra’ dan Mi’raj
Tanggal 27 Rajab menjadi satu agenda penting bagi kaum muslimin. Mereka meyakini bahwa pada tanggal itu terjadi peristiwa isra dan mi’raj. Padahal para ulama berselisih pendapat tentang tanggal terjadinya isra – mi’raj. Disebutkan oleh Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarokfuri, ada sekitar 6 pendapat ulama, terkait dengan tanggal kejadian isra – mi’raj. Salah satunya adalah tanggal 27 Rajab tahun ke-10 setelah beliau diutus sebagai nabi. Namun pendapat ini tertolak, karena para ahli sejarah menegaskan bahwa Khadijah meninggal di bulan Ramadlan tahun kesepuluh setelah kenabian. Sampai Khadijah meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu.

Para ulama sepakat bahwa peringatan isra – mi’raj adalah acara bid’ah. Ibnul Qoyim menukil keterangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, yang mengatakan: “Tidak diketahui dari seorang-pun kaum muslimin, yang menjadikan malam isra – mi’raj lebih utama dibandingkan malam yang lainnya. Lebih-lebih menganggap bahwa malam isra lebih mullia dibandingkan lailatul qadar. Tidak seorang-pun sahabat, maupun tabi’in yang mengkhususkan malam isra dengan kegiatan tertentu, dan mereka juga tidak memperingati malam ini. Karena itu, tidak diketahui secara pasti, kapan tanggal kejadian isra – mi’rah.” (Zadul Ma’ad, 1/58 – 59)

Ibnu Nuhas mengatakan: “Memperingati malam isra – mi’raj adalah bid’ah yang besar dalam urusan agama. Termasuk perkara baru yang dibuat-buat teman-teman setan.” (Tanbihul Ghafilin, hal. 379 – 380. Dinukil dari Al Bida’ Al Hauliyah, hal. 138)

***

Sumber: Muslimah.or.id
Penulis: Ust Ammi Nur Baits

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...