PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI
Apakah yang dimaksud dengan Epidemiologi?
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Epi = upon, pada atau tentang; demos = people, masyarakat, penduduk; logia = knowledge, ilmu. Epidemiologi berarti ilmu yang berhubungan tentang apa yang terjadi pada masyarakat atau penduduk.
Epidemiologi sendiri berasal dari dua asumsi yang berkembang. Pertama, penyakit pada populasi manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak. Kedua, penyakit pada manusia sesungguhnya mempunyai faktor penyebab dan faktor pencegah yang dapat diidentifikasi melalui penelitian secara sistematik pada berbagai populasi, tempat dan waktu.
Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari distribusi dan faktor-faktor diterminan frekuensi penyakit pada manusia (Mac Mahon & Pugh, 1970).
Epidemiologi adalah studi distribusi dan determinan kesehatan yang berhubungan dengan negara dan peristiwa dalam populasi, dan aplikasi penelitian ini untuk mengendalikan masalah kesehatan (Last, 1983).
Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah kesehatan untuk development (perencanaan) dari penanggulangan masalah kesehatan (M.N. Bustan, 2006).
Definisi epidemiologi secara modern adalah:
Study of the occurrence and distribution of health-related diseases or events in specified populations, including the study of the determinants influencing such states, and the application of this knowledge to control the health problem (Porta M, Last J, Greenland S. A Dictionary of Epidemiology, 2008)
Epidemiologi berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Perannya dalam memberikan informasi tentang distribusi, determinan dan frekuensi penyakit sangat mambantu dalam mengatasi masalah kesehatan. Terdapat 7 peran utama epidemiologi menurut Valanis, yaitu:
- Investigasi etiologi penyakit
- Identifikasi faktor penyakit
- Identifikasi sindrom dan klasifikasi penyakit
- Melakukan diagnosis banding dan perencaan pengobatan
- Surveilan status kesehatan penduduk
- Diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanaan kesehatan
- Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan masyarakat.
Dalam perkembangannya, epidemiologi mengalami transisi atau perubahan, baik pada ditribusi maupun faktor-faktor penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi yang baru. Perubahan ini ditandai dengan menurunnya penyakit menular (infeksi) dan meningkatnya penyakit tidak menular. Ada beberapa penyebab terjadinya transisi epidemiologi, seperti perkembangan demografi, ekonomi, dan era globalisasi terkait gaya hidup. Selain itu, transisi ini juga disebabkan karena berkembangnya teknologi medis, peningkatan taraf hidup, kelahiran yang terkontrol, peningkatan gizi, pengontrolan sanitasi dan vektor, serta perbaikan dalam gaya hidup. Sebagai contoh, peningkatan taraf hidup setiap orang menyebabkan semakin baik pola hidupnya, gizi tercukupi dan aktivitas yang dijalani lebih kompleks. Hal ini telah membuat umur harapan hidup mereka lebih panjang. Namun, seiring berjalannya waktu terjadi penurunan fungsi tubuh atau dapat juga disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehingga mereka terserang penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker.
Bagaimana perkembangan Epidemiologi?
Pada awalnya masyarakat memandang penyakit terjadi karena adanya pengaruh roh jahat dan kekuatan supranatural. Lalu konsep ini berkembang, yang ditandai dengan adanya pemikiran-pemikiran dari Hipocrates - seorang ahli filsafat dan juga tabib Yunani (460-377 SM). Dalam bukunya , dia mengajukan konsep tentang hubungan penyakit dengan faktor tempat (geografi), penyediaan air, iklim, kebiasaan makan dan perumahan. Selain itu, Hipocrates juga menyebutkan teorinya bahwa tubuh manusia terdiri dari empat substansi yang disebut humours (cairan). Cairan tersebut yaitu darah, lendir, empedu kuning, dan empedu hitam. Jika terjadi ketidakseimbangan antara keempat substansi ini, maka dapat menyebabkan terjadinya penyakit.
Selanjutnya muncul teori Gallen (melanjutkan teori Hipocrates) - dokter Romawi, lahir 130 M - yang melihat faktor kepribadian seseorang sebagai penentu rentan atau tidaknya terhadap penyakit. Contohnya, seseorang yang kelebihan empedu hitam akan bersifat melankonis, cenderung merasa sedih, depresi, dan badannya terlihat kurus.
Pada abad ke-14 dan 15 terjadi epidemik sampar, cacar, dan demam tifus di Eropa. Hal ini mendorong lahirnya teori Seminaria Contagium oleh Girilamo Fracastoro (1478 – 1553 M) yang menyebutkan bahwa penyakit ditularkan dari seorang pengidap kepada orang lain yang sehat melalui contagion (kontak). Terdapat tiga jenis contagion. Pertama, bentuk dasar yang ditularkan lewat kontak langsung. Kedua, ditularkan lewat perantara seperti pakaian, bahan kayu dan barang lainnya. Ketiga, ditularkan dari jarak jauh. Namun, dalam teori ini belum dapat dijelaskan mengapa kontak antara penderita dan orang sehat dapat menyebabkan penyakit, karena belum seorang pun dapat membuktikan atau melihat benda kecil penyebab penyakit.
Kemudian, sejak ditemukannya mikroskop oleh Antonie van Leeuwenhoek (1632-1723), muncul teori jasad renik atau mikroorganisma (kuman). Kuman inilah yang dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit. Lalu pada abad 18 terjadi revolusi industri dan kapitalisme sehingga perkembangan ilmu pengetahuan termasuk epidemiologi berkembang dengan pesat. Namun di pihak lain, struktur sosial ekonomi yang baru membawa implikasi berupa letusan wabah infeksi usus, demam tifus dan tuberculosis di daerah kumuh perkotaan. Di Eropa pun juga muncul penyakit baru, seperti kolera dan demam kuning.
Munculah tokoh John Snow (1813-1858) - seorang dokter dan ahli anastesi – yang mulai mempelajari wabah kolera yang terjadi di daerah Square kota London. Dia melakukan pengamatan terhadap tiga perusahaan air minum di London (Lambeth, Southwark dan Vauxhall) dan menyimpulkan bahwa penyebab kolera bukan faktor udara, tetapi air minum yang dikonsumsi. Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa John Snow dalam menganalisis masalah penyakit kolera, mempergunakan pendekatan epidemiologi dengan menganalisis faktor tempat, orang, dan waktu. Dia dianggap sebagai the Father of Field Epidemiology.
Pengaruh teori kuman sebagai agen penyakit begitu kuat sampai beberapa dasawarsa, dimana para peneliti berpikiran bahwa pengetahuan tentang mikroorganisma dapat dipakai untuk menjelaskan etiologi semua penyakit. Lalu pada tahun 1950, teori kuman yang berlebihan mendapat kritik. Hal ini karena tidak semua penyakit, yaitu berbagai penyakit kronik, disebabkan oleh kuman, seperti penyakit jantung dan kanker.
Epidemiologi modern berkembang tidak hanya berdasarkan teori kuman, tetapi juga teori-teori yang diangkat dari berbagai disiplin Ilmu: sosial, biomedik, kuantitatif (Kleinbaum et all, 1982).
Referensi:
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bahan kuliah Perkembangan Epidemiologi oleh Ibu Meilani Anwar, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
By: Softnesslight
No comments:
Post a Comment