sumber: trainer.web.id |
Sudah 4 hari 3 malam ini kami tinggal di rumah hanya berdua – aku dan Ibu. Bapak sedang touring ke Aceh bersama teman-teman kantor. Sedangkan Diyan, jalan-jalan perpisahan kelas ke Malang dan Yogya. Alhasil, rumah jadi sepi. Ditambah lagi, aku yang masih pergi kuliah pagi dan pulang sore. Ibu bener-bener sendiri di rumah.
Suasana yang bener-bener sepi
buat kita berdua adalah saat malam datang. Sangaat sepi. Hanya ada suara TV
yang sengaja Ibu pindah dari ruang tengah ke kamar tidur sejak Bapak dan Diyan
pergi. Belum pernah kami sendirian berdua seperti ini. Suasana yang aneh. Ibu nyeletuk,
“Kok sepi banget ya, Pi.” Aku hanya balas
dengan senyum.
Karena hal itu, aku mulai berkhayal. Ketika aku
dan Diyan sudah menemukan jodoh masing-masing dan membangun rumah tangga
sendiri, Bapak dan Ibu akan tinggal berdua – tanpa kami. Suasananya mungkin
juga akan seperti ini. Sepi. Mengisi masa tua mereka hanya berdua.
Lalu bagaimana jika salah satu di
antara mereka lebih dulu menemui-Nya. Maka akan tinggal sendiri. Mengisi masa
tua hanya seorang diri. Dalam satu rumah hanya seorang sendiri. Sepi. Pasti lebih
sepi dari ini.
Khayalan itu membuat aku nggak kusyu’ waktu solat. Rasa khawatir itu mulai muncul dan terus membesar hingga sekarang. Aku mulai takut. Aku mulai cengeng. Aku mulai...
Jika masa itu datang dan kami masih dititipkan umur panjang, insya
Allah aku dan Diyan tidak akan membiarkan mereka tinggal berdua atau sendirian.
Mungkin mereka akan ikut salah satu dari kami. Meski kami sudah tahu jawabannya
bahwa mereka akan menolak. Orang tua mana yang ingin menumpang dan menjadi benalu dalam rumah tangga anak-anaknya. Kalau
berada di posisi mereka, mungkin jawaban yang akan aku berikan juga sama.
Tapi sebagai seorang anak, rasa
belas kasihan itu sangat besar. Terlalu sayang. Terlalu mencintai mereka. Apalagi
aku yang hingga saat ini sangat bergantung pada mereka. Belum cukup berbakti. Belum
bisa membalas budi. Lebih sering menerima daripada memberi.
Teringat pesan dari Ibu,
“Kalau cari suami, cari yang soleh, kerjanya mapan dan nggak hanya sayang sama kamu, tapi juga keluargamu. Ya Bapak, Ibu, Diyan. Begitu juga kalau kamu udah nikah. Jangan hanya sayang suamimu. Tapi juga sayang sama mertuamu dan keluarganya.”
Juga teringat tentang acara “Jika aku menjadi…” yang tanyang di
Trans 7. Bagaimana mereka yang sudah menjadi kakek atau nenek tetap bekerja
keras di masa tuanya. Sedangkan anak-anaknya merantau kerja atau telah
berkeluarga dan tidak pernah mengunjungi mereka.
Miris melihatnya… dan takut! Takut jika aku menjadi anak-anak itu, yang
tidak pernah lagi menjenguk orang tuanya yang renta. Takut jika aku mulai
mengabaikan mereka. Takut jika aku berpaling dari mereka. Sangat takut..
Aku memohon pada-Nya, agar tetap
melembutkan hati ini. Memohon tetap meninggalkan rasa belas kasih, sayang,
cinta dan kepedulian di hati ini untuk mereka berdua. Memohon agar tidak
menjadikanku anak yang durhaka. Memohon agar saat masa itu tiba, mereka tidak
merasa seorang diri dan merasa memiliki aku – anaknya – untuk bersandar dan mengisi
masa tua bersama. Aamiin ya Allah.
Huaaa… jadi netes terus deh :’(
disudahi saja kalau begitu.
Btw, Diyan udah pulang sekarang!! Yuk,serbuuu
oleh-olehnya~~
:’)